JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim, menekankan bahwa bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumatera tidak bisa hanya disalahkan pada cuaca ekstrem. <br /> <br />Dari tangkapan Google Earth 2009 dan 2024, ada perbandingan kondisi lingkungan yang menunjukkan lemahnya keberpihakan terhadap perlindungan alam melalui praktik deforestasi. Ia menilai, kebijakan tata ruang selama ini lebih fokus pada pemanfaatan lahan, bukan konservasi. <br /> <br />Ia menambahkan, sekalipun tidak terjadi deforestasi, Sumatera tetap berada di wilayah rawan gempa karena adanya Patahan Semangko yang membentang dari Lampung hingga Aceh. Namun kerusakan hutan memperburuk dampak bahaya yang seharusnya dapat diredam secara alami. <br /> <br />Situasi kian kompleks ketika cuaca ekstrem, yang sebagian dipicu oleh pemanasan global kemudian bertemu dengan lahan kritis. <br />"Anomali cuaca yang semakin ekstrem lalu mengenai wilayah yang sudah rusak, itu resep untuk bencana yang lebih besar," tegas Didi. <br /> <br />penanganan bencana tidak hanya soal respons cepat, tetapi juga kesiapan ekologi dan keberanian mengambil keputusan yang berpihak pada perlindungan lingkungan. <br /> <br />Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/uK6VENB-rtI <br /> <br /> <br /> <br />#banjir #aceh #sumut <br /> <br />Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/635766/banjir-sumatera-bukan-hanya-akibat-cuaca-ekstrem-tapi-rosi
